Wednesday, 13 February 2013

KAJIAN PENURUNAN BETA KAROTEN SELAMA PEMBUATAN FLAKES UBI JALAR (Ipomoea batatas Lam) DALAM BERBAGAI SUHU PEMANGGANGAN




Manusia harus memenuhi kecukupan zat gizi vitamin A dalam tubuhnya untuk menghindari gangguan akibat kekurangan vitamin A. Menurut Siswono (2004),  terdapat sekitar 40 % - 60%  anak yang berusia 12-23 bulan,  tidak mengkonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari.
Sementara, menurut ahli gizi, bentuk aktif vitamin A terdiri dari retinol, retinal, retinoic acid. Sumber vitamin A (retinol) adalah hati, makanan yang berasal dari hewan. Sumber pro vitamin A (karoten) adalah sayuran hijau, sayuran berwarna kuning, daging buah yang berwarna kuning.
Menurut Almatsier (2003), dari data WHO (1991) di antara anak – anak prasekolah di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 6 – 7 juta kasus baru xeroftalmia (gangguan mata) tiap tahun, dan kurang lebih di antaranya menderita kerusakan kornea. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi kekurangan vitamin A dapat dilakukan intervensi berbasis makanan, suplementasi vitamin A.
Sumber vitamin A banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan serta ubi – ubian, salah satunya adalah ubi jalar yang dapat dijadikan alternatif makanan sumber karoten. Beta karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier, 2003). Menurut Juanda dan Cahyono (2000), jenis ubi jalar yang mengandung beta karoten tinggi adalah varietas ubi yang mempunyai warna daging ubi jingga kemerah – merahan, sedangkan varietas yang daging umbinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan beta karoten lebih rendah.
Sampai sekarang pemanfaatan ubi jalar masih sederhana. Ubi jalar dapat diolah menjadi tepung atau pasta ubi jalar yang merupakan bahan baku setengah jadi yang dapat diolah lebih lanjut. Di Indonesia penggunaan tepung ubi jalar belum berkembang di masyarakat karena tepung dan produk olahannya masih terbatas digunakan dalam lingkup penelitian (Sarwono, 2005).
Masyarakat Indonesia dapat mengoptimalkan ubi jalar sebagai makanan sarapan yaitu flakes ubi jalar (sweet potato flakes). Pemanfaatan ubi jalar sebagai makanan sarapan yaitu flakes ubi jalar dapat membantu meningkatkan pendapatan petani ubi jalar. Flakes ubi jalar (sweet potato flakes) sudah dikembangkan di Institut Pertanian Bogor (IPB), bahkan sudah dikemas dengan baik agar lebih menarik. Flakes umumnya dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas dan banyak disukai masyarakat tua dan muda, sehingga flakes ubi jalar dapat membantu asupan beta karoten dalam tubuh untuk mengurangi gangguan mata.

Proses pembuatan flakes meliputi tahapan – tahapan mulai dari bahan baku yaitu ubi jalar hingga menjadi flakes ubi jalar. Tahapan – tahapan tersebut adalah pengeringan selama pembuatan tepung ubi jalar, pengukusan adonan, hingga pemanggangan.  Tahapan proses tersebut berpotensi dapat menurunkan kadar beta karoten yang terkandung pada ubi jalar. Menurut Mann (1997), pengukusan menghasilkan kerusakan β karoten yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan.
Suhu pemanggangan dapat mempengaruhi flakes yang dihasilkan seperti warna, aroma, rasa, kerenyahan. Proses pemanggangan bertujuan untuk menurunkan kadar air yang dapat menurunkan kandungan karotenoid dalam bahan makanan. Menurut Bonnie dan Choo (1999)dikutip Hervan (2006), penurunan karotenoid tersebut berkaitan erat dengan tingkat ketidakjenuhan karotenoid yang sangat tinggi, sehingga sangat mudah terdegradasi akibat oksidasi dan proses pemanasan Vitamin A tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Almatsier, 2003).

No comments:

Post a Comment